Provinsi Jawa
Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Sebagian
penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda. Selain itu, ada campuran Sunda dengan
Jawa di pantai utara Cirebon serta sebagian kecil pesisir Indramayu. Mata
pencaharian penduduk Jawa Barat yang utama adalah bertani. Bertaninya pun
bermacam-macam. Ada yang bertani padi, sayur-sayuran, buah-buahan, dan
bunga-bungaan. Selain itu, di daerah Jawa Barat juga banyak terdapat perkebunan
teh, cengkih, tebu, dan kina.
Kebudayaan
masyarakat Jawa Barat terpengaruh dari 4 sumber, yaitu Hindu/Budha, Islam,
Jawa, dan kebudayaan barat. Ini dapat dilihat dari upacara yang disertai
membakar kemenyan (pengaruh Hindu), doa-doa menurut agama Islam, pakaian
pernikahan tanpa baju dan berbentuk wayang orang (pengaruh Jawa Tengah), dan
pemberian kado serta hidangan prasmanan model Belanda.
Banyak yang
harus kita pelajari dari kebudayaan yang ada di Jawa Barat. Jika kita merasa
bahwa Budaya Jawa Barat merupakan bagian dari negara Indonesia, tidak ada
salahnya mengenal Kebudayaan Jawa Barat. Provinsi jawa barat memiliki filosofi
yang patut di acungi jempol, diantaranta adalah Silih Asah, Silih Asih, dan
Silih Asuh. Ketiga filosofi tersebut merupakan filsafat hidup yang di pegang
penduduk asli Jawa barat. Dan kebudayaan Jawa Barat lebih kita kenal sebagai
Sunda yang ber-ibukota di Bandung.
Maksud dan
arti filosofi tersebut adalah menimbulkan sifat dan sikap untuk untuk saling
mengasuh, saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman antar
sesama. Masyarakat Jawa Barat memiliki keluhuran akal budi yang di landasi oleh
filsafat tersebut. Agak berbeda dengan kebudayaan masyarakat lain di Nusantara,
Masyarakat jawa barat yang berbahasa sunda sangat dipengaruhi budaya yang
berakar pada nilai-nilai yang berasal dari tradisi masyarakat setempat. Dan
dalam interaksi sosial, masyarakat di di jawa barat menganut falsafah seperti
yang sudah di sebutkan tadi.
Rasa
persaudaraan menciptakan keakraban masyarakat Sunda dengan lingkungan sehingga
tampak dari bagaimana masyarakat Jawa Barat, khususnya yang tinggal di
pedesaan, mereka memelihara kelestarian lingkungan dengan cara penuh kerja sama
dengan warga setempat. Sehingga di provinsi Jawa Barat ini banyak muncul
masyarakat yang atas inisiatifnya sendiri dapat memelihara lingkungan alam
mereka.
Dalam
kehidupan beragama, masyarakat di jawa barat relatif dikenal sebagai masyarakat
yang sangat agamis dan relijius, dan memegang teguh nilai-nilai agama yang di
anut di yakini yakni agama Islam. Sebagian besar penduduk jawa barat memeluk
agama islam. Sebagian besar budaya Jawa Barat didominasi suku Sunda dan adat
tradisionalnya yang penuh khasanah Bumi Pasundan menjadi cermin kebudayaan di
jawa barat. Untuk melestarikan budaya Jawa Barat, pemerintah daerah menetapkan
12 desa budaya, yakni desa khas yang di tata untuk kepentingan melestarikan
budaya dalam bentuk adat atau rumah adat.
Geografi
Provinsi Jawa
Barat secara geografis terletak di antara 5:50 - 7:50 LS dan 104:48 - 104:48 BT
dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa bagian
barat dan Banten serta DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah, antara Samudra Indonesia di Selatan dan Selat Sunda di
barat. Dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 Pulau di Samudera Indonesia, 4
Pulau di Laut Jawa, 14 Pulau di Teluk Banten dan 20 Pulau di Selat Sunda), luas
wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha.
Kondisi
geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat
terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah
berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai
serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Dengan
ditetapkannya Wilayah Banten menjadi Provinsi Banten, maka luas wilayah Jawa
Barat saat ini menjadi 34.816,96 (Data berdasarkan Survei Sosial/Ekonomi 2005)
Topografi
Ciri utama
daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan
tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara
Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di
selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah
lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran
luas di utara ketinggian 0 . 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai.
Iklim
Iklim di Jawa
Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C di
Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa
daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
Populasi
Berdasarkan
hasil Sensusnas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah Banten terpisah
berjumlah 34.555.622 jiwa. Pada tahun 2000 berdasarkan sensus penduduk
meningkat menjadi 35.500.611 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 1.022 jiwa
per Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama dasawasra 1990 - 2000
mencapai angka 2,17 %.
Sedangkan pada
tahun 2003, jumlah penduduk telah bertambah menjadi 38.059.540 jiwa.
Selanjutnya berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi pada Tahun 2004, jumlah
penduduk Jawa Barat, berkembang menjadi 39.140.812 jiwa.
Sosial Budaya
Masyarakat
Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan kekayaan warisan
budaya dan nilai-nilai luhur tradisional, serta memiliki prilaku sosial yang
berfalsafah pada silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah
berarti saling mengasihi, saling memberi pengetahuan dan saling mengasuh
diantara warga masyarakat.
Tatanan
kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan seperti tergambar pada pepatah;
Herang Caina Beunang Laukna yang berarti menyelesaikan masalah tanpa
menimbulkan masalah baru atau prinsip saling menguntungkan. Masyarakat Jawa
Barat memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini
terekspresikan pada pepatah Ulah Unggut Kalinduan, Ulah gedag Kaanginan; yang
berarti konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran serta menyerasikan antara
hati nurani dan rasionalitas, seperti terkandung dalam pepatah Sing Katepi ku
Ati Sing Kahontal ku Akal, yang berarti sebelum bertindak tetapkan dulu dalam
hati dan pikiran secara seksama.
Jawa Barat di
lihat dari aspek sumber daya manusia memiliki jumlah penduduk terbesar di
Indonesia dan sebagai provinsi yang mempunyai proporsi penduduk dengan tingkat
pendidikan, jumlah lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak
dibandingkan dengan provinsi lain.
Sistem Pengetahuan Masyarakat Sunda Sejak dulu
Orang
sunda memiliki sistem pengetahuan tentang pergantian musim yakni musim kemarau,
dan musim penghujan. Pengetahuan ini dimiliki secara turun temurun dan
digunakan dalam bidang pertnian, taerutama dalam hal bertanam padi di sawah.
Pengetahuan orang sunda menunjukan kesamaannya dengan pengetahuan di tanah
jawa, sehingga ada anggapan bahwa pengetahuan tersebut berasal dari sana.
Gejala-gejala
alam seperti kedudukan matahari, hujan dan sebagainya serta waktu-waktu
terjadinya gejala-gejala alam tersebut dikuasai pengetahuannya oleh mereka
semata-mata didasarkan pada hasil pengamatan dan pengalaman. Pengalama ini
mereka ingat dan pergunakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka
termasuk dalam usaha-usaha bertani.
Orang
sunda mengetahui pula system peredaran bintang di langit. Yang terpenting ialah
pengetahuan tentang bentang wuhulu (bintang belatik, orion) yang dipergunakan
untuk menentukan permulaan mengerjakan sawah. Pada kira-kira permulaan bulan
Nopember (mangsa kanem), bentang wuluku di waktu subuh kelihatan di upuk timur.
Hal ini dianggap oleh petani sebagai petunjuk saat di mulainya penggarapan
sawah-sawah mereka. Kemudian kira-kira dalam bulan April (mangsa desta),
bentang wuluku itu pada petang (permulaan malam) di ufuk barat kelihatan
terbalik. Ini dianggap oleh mereka sebagai pertanda untuk menyimpan bajak.
Artinya sudah selesai menuai padi atau musim panen. Pada waktu itu umumnya
orang-orang muali mengaso dengan cara bergembira, membersihkan rumah atau
kegiatan-kegiatan lainnya. Di waktu itulah mereka menganggap sebagai saat yang
baik untuk melangsungkan upacara-upacara selamatan dalam rangka perkawinan
putra-putri mereka atau hajatan-hajatan lain dalam rangka membangun rumah.
Dikalangan
masyarakat sunda, cara yang digunakan untuk mengetahui pergantian musim seperti
musim kemarau dan musim penghujan ialah dengan cara mempelajari pranata mangsa
untuk kepentingan pertanian yakni mengadakan perhitungan-perhitungan bulan dan
tahun menurut jalannya matahari yang terbagi dalam dua belas mangsa sebagai berikut
:
Yang ke
|
Nama
|
Jumlah hari
|
Dimulai sesuai dengan kalender masehi
|
I
|
Kasa
|
41
|
22 atau 23 juni
|
II
|
Karo
|
23
|
2 atau 3 agustus
|
III
|
Katiga
|
24
|
25 atau 26 agustus
|
IV
|
Kapat
|
25
|
18 atau 19 september
|
V
|
Kalmia
|
27
|
13 atau 14 oktober
|
VI
|
Kanem
|
43
|
9 atau 10 november
|
VII
|
Kapitu
|
43
|
22 atau 23 desember
|
VIII
|
Kawolu
|
27
|
3 atau 4 februari
|
IX
|
Kasanga
|
25
|
1 atau 2 maret
|
X
|
Kasadasa
|
24
|
26 atau 27 maret
|
XI
|
Desta
|
23
|
19 atau 20 april
|
XII
|
Sada
|
41
|
12 atau 13 mei
|
365
– 366 hari
|
Sistem Pengetahuan (Pendidikan) Masyarakat Sunda
Sistem
pengetahuan masyarakat
sunda terutama mengenai masalah
pendidikan di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang
baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat
memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya,
sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi
Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi
Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010″ merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama
seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.
Pada
masyarakat tradisional Sunda, belajar sudah menjadi bagian dalam kehidupannya
sejak dahulu, Carita Parahyangan mencatat, raja Sunda yang bernama Sang Rakeyan
Darmasiksa (hidup sekitar abad ke 12 sampai 13) merupakan pendiri lembaga
pendidikan di Tatar Sunda pada masa itu. Lembaganya diberi nama Sanghyang
Binayapanti, sedangkan kompleks pendidikannya disebut Kabuyutan yang kemudian
disebut juga mandala. Kedudukan mandala atau kabuyutan memperoleh tempat
tersendiri yang tinggi kedudukannya sehingga sangat dihormati pada struktur kerajaan
dan masyarakat Sunda masa itu.
Keberadaan
lembaga pendidikan (kabuyutan) bagi masyarakat Sunda dianggap sebagai tempat
yang sakral dan secara formal perlu dilindungi oleh kerajaan. Pengakuan akan
keberadaan Kabuyutan sebagai daerah khusus dan dilindungi keberadaannya oleh
kerajaan terungkap pada prasasti Kebantenan I, II, III dan IV. Isi
perasasti-prasasti tersebut merupakan amanat Raja Pajajaran yang menjadikan
daerah Jayagiri dan Sunda Sembawa sebagai kabuyutan serta melindunginya dari
berbagai ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
Berdasarkan naskah Amanat Galunggung, kedudukan kabuyutan di kerajaan Sunda
sangat tinggi hingga seorang raja yang tidak dapat mempertahankan dari serangan
musuh nilainya lebih rendah dibanding kulit lasun (Musang) di tempat sampah.
Keberadaan
kabuyutan sebagai lembaga pendidikan telah menghasilkan berbagai karya tulis
yang isinya terutama berkenaan dengan tuntunan hidup manusia di dunia agar
selamat di dunia dan akhirat kelak, diantaranya : Sewaka Darma (Koropak 408),
Sanghyang Siksakandang Karesian (Koropak 630), dan Amanat Galunggung (koropak
632).
Fasilitas
yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan (pendidikan) maupun informasi memudahkan
masyarakat sunda dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam
berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat
358.000 murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi
2.306.164 murid sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%.
Pada saat ini pada era ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia
universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.
Pada
masyatakat sunda juga terdiri atas pendidikan formal dan non
formal. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur,
bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan
tinggi dan yang setaraf denganya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi
yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan
profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus contoh : TK, SD,
MI, SMP, MTS, SMA, SMK, Aliyah, dan Perguruan Tinggi.
Sedangkan pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi
dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara
mandiri atau merupakanbagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan
belajarnya. Contohnya Pesantren, dll
Pembangunan pendidikan di
Jawa barat yang mayoritas berpenduduk suku sundamerupakan salah satu bagian yang sangat vital
dan fundamental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat. Pembangunan
pendidikan merupakan dasar bagi pembangaunan lainnya, mengingat secara hakiki
upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia masyarakat
sunda yang kelak akan
menjadi pelaku pembangunan.
Dalam
setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan
karakteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini, masyarakat suku Sunda
memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah
diakui memiliki makna mendalam adalah cageur, bageur, bener, pinter,
tur singer. Dalam kaitan ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman
dalam mengimplementasikan setiap rencana pembangunan, termasuk di bidang
pendidikan. Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku
baik, sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur,
amanah, penyayang dan takwa. Pinter, memiliki ilmu
pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif. Sebagai
sebuah upaya mewujudkan pembangunan pendidikan berfalsafahkan cageur,
bageur, bener, pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan social
cultural heritage approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir
peran aktif masyarakat dalam menyukseskan program pembangunan pendidikan yang
digulirkan pemerintah.Mempelajari adat istiadat sebuah suku bangsa berarti pula mempelajari entitas kebudayaan bangsa. Bukan hanya itu, dengan mempelajarinya berarti juga ikut melestarikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar