Pengaruh Suku Sunda dalam Ajaran Islam
Pada saat kedatangannya agama
Islam mencoba mempengaruhi adat istiadat yang terbentuk dalam kebudayaan suku
Sunda. Namun, tidak sepenuhnya berhasil dalam artian “mensyariahkan orang
Sunda” karena memang naturalnya orang Sunda berbeda dengan nature nya orang
Arab atau Persia.
Walau demikian karena adanya
ketaatan orang-orang Sunda yang amat kuat terhadap Gusti Nu Maha Kersa.
Sebagaimana ajaran Wiwitan Sunda dari zaman megalitikum, yakni semacam ajaran
monotheisme yang lebih tua dari Islam, maka Islam pun diterima dengan beberapa
penyesuaian. Contohnya yang sedikit mengambil bahasa pengganti Gusti, menjadi
Allah, keduanya sama makna.
Sebagian besar budaya Jawa Barat
didominasi suku Sunda dan adat tradisionalnya yang penuh khasanah Bumi Pasundan
menjadi cermin kebudayaan di jawa barat. Untuk melestarikan budaya Jawa Barat,
pemerintah daerah menetapkan 12 desa budaya, yakni desa khas yang di tata untuk
kepentingan melestarikan budaya dalam bentuk adat atau rumah adat.
Macam macam seni dan budaya
masyarakat Sunda, Jawa Barat :
1. Pakaian Adat/Khas jawa Barat
Suku sunda mempunyai pakaian
adat/tradisional yang sangat terkenal, yaitu kebaya. Kebaya merupakan pakaian
khas Jawa Barat yang sangat terkenal, sehingga kini kebaya bukan hanya menjadi
pakaian khas sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian adat nasinal. Itu
merupakan suatu bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan
nasional.
PAKAIAN ADAT
PRIA JAWA BARAT :
Terdiri dari baju jas dengan kerah menutup leher yang biasa disebut dengan JAS TAKWA.
Kain batik atau lebih dikenal dengan nama KAIN DODOT dengan motif bebas.
Celana panjang yang sewarna dengan JAS TAKWA.
Penutup kepala / BENDO.
Kalung.
Sebilah keris yang terselip di belakang pinggang.
Alas kaki atau selop.
Rantai kuku macan atau jam rantai sebagai hiasan JAS TAKWA.
PAKAIAN ADAT
WANITA JAWA BARAT :
Baju kebaya motif polos dengan hiasan sulam atau manik-manik.
Kain batik atau disebut juga KAIN KEBAT DILEPE.
Ikat pinggang, biasa disebut BEUBEUR yang fungsinya untuk mengancangkan kain KEBAT DILEPE.
Selendang, biasa disebut KAREMBONG yang berfungsi sebagai pemanis.
Beberapa hiasan kembang goyang yang menghiasi bagian atas kepala serta rangkaian bunga melati yang menghiasi sanggul rambut.
Kalung.
Alas kaki / selop yang warnanya sama dengan warna kebaya.
Gambar 1.
Upacara
Adat Jawa Barat
Adat istiadat
yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan
dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat
ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak,
Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan
dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai
ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin dunia
dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
UPACARA DAUR HIDUP MANUSIA
A. Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu
Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan
belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah
disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai
pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul
hamil. Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat
kehamilan menginjak empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah
saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan
upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a
selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna,
sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung
7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur
dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja
terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari
dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan
pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan
surat Maryam.
Di samping itu
dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama
adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang
hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji
secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai
bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada
guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini
dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti
belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari
tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi
yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti
keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis.
Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan
keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai
dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren
tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada
anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya
dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar
seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa
peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya
itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak
kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara
sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam
upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat
lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar
bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan
waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi
tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara
Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari
sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga,
perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau
kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua
itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi
kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang
kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah
sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan
bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang
cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung
beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan
upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta
dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai.
Bersamaan
dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat
dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan
gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui
bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi,
biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat
rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara
penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau
tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan
tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari
perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan
kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara
Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat
bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo
yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh
di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi
anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba
dan menakutkan.
3. Upacara Puput Puseur
Setelah bayi
terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah
lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya
pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau
kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol,
menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan
pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan
bubur merah bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari)
termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun
saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari,
tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat
bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus
dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun
dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya
kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara
Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan
rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan
anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya
nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan
setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari.
Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih,
jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup
seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih
untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban.
Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa
selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara
Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya
mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu
sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun
keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya
biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan
pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak
yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh
anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara
cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala
macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran
atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang
telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur
40 hari.
Pada
pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai
perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi
perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi.
Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban
atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa
yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan
itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat
itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun
Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah,
diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau
melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui
keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah
akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain
aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak
putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri
dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila
para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong
dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah telah dipersiapkan aneka makanan,
perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak
diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak
kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang
tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang apa
yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan
anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu
kelak menjadi saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas,
menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai
kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1.
Upacara Gusaran
Gusaran adalah
meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah
agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik.
Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun.
Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para
undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu,
setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui
syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya
dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga
untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara
sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis .
Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah
satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan
diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak
malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak
usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para
tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan
atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan
lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa
ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang
menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada
yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela,
petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat
dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu
para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka
memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat
melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan
seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara
kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah,
saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah,
pada upacara
ini biasanya dilaksanakan adat :
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan
orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan
pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan
yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan
tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya. Sebagai acara
penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang
tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula
dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat
itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si
jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si
gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping
menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian,
perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada
kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari
sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan
sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya
mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan
sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon
pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa.
Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini
seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang
jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan
berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua
calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah
tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok
dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah.
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara
perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya
keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu
ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi
dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu
atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai
wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh
orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan
kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang
mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu.
Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai
pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik
selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan
menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari
mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua
mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan
yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil
(receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk
menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman
rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer.
Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan
sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari
upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya
adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan
mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara
injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah
, di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat
(sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional)
yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah
kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai
perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar
ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah
itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai
wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari
upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini
dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah
sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai
wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan
sahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam.
Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk.
Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan
oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua
mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai
telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang
bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai
lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian
terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah
itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan
agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas
sepenuh hati. Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk
di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat
dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis
besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut:
memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat,
menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt.
agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan
diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya
tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan.
Tahlilan
dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya
(poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat
puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu
(seribu harinya).
UPACARA ADAT BERTANI
A. Upacara Adat Seren Taun
Upacara Seren
Taun yaitu upacara adat yang intinya mengangkut padi (ngakut pare) dari sawah
ke leuit (lumbung padi) dengan menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong
dengan diiringi tabuhan musik tradisional. Selanjutnya di adakan riungan
(pertemuan) antara sesepuh adat/pemuka masyarakat dengan pejabat pemerintah
setempat. Dalam riungan tersebut antara lain. Disampaikan kabar gembira kepada
pejabat setempat mengenai keberhasilan panen (hasil tani) dan kesejahteraan
masyarakat yang dicapai dalam kurun waktu yang telah dilalui. Salah satu ciri
khas upacara seren taun adalah melalukan seba, yaitu menyampaikan aneka macam
hasil panen kepada pejabat setempat agar ikut menikmati hasil tani mereka.
Salah satu
tujuan upacara seren taun ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas
keberhasilannya bertani serta mengharapkan pada masa mendatang akan lebih
berhasil lagi. Upacara seren taun dapat dijumpai di Kasepuhan Sirnarasa
Cisolok-Sukabumi Selatan, Cigugur Kuningan dan Baduy-Lebak/Banten.
B. Upacara Adat Kawin Tebu
Upacara
tradisional Kawin Tebu dilaksanakan seperti upacara perkawinan manusia, yang
mana satu batang tebu dikawinkan dengan tebu yang lainnya dengan suatu prosesi
upacara. Upacara ini dilaksanakan setelah panen menjelang tebu dimasukan ke
pabrik untuk diproses menjadi gula, atau awal musim tanam tebu. Menjelang
diadakan perkawinan tebu ditampilkan berbagai atraksi kesenian yang diikuti
oleh masyarakat setempat, terutama oleh para pekerja pabrik gula dan
keluarganya. Upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil tanam yang
dicapai serta memohon kepada tuhan YME. agar hasil tanam yang akan datang lebih
baik lagi. Upacara ini terdapat di daerah Kadipaten, Kabupaten Majalengka.
C. Upacara Adat Ampih Pare
Upacara Ampih
Pare adalah upacara menyimpan hasil panen padi dari sawah/ladang ke tempat
penyimpanan padi (pare) yang disebut leuit. Pada pelaksanaannya para petani
dengan memakai pakaian adat yang khas, memikul hasil panennya dengan menggunakan
alat pikul yang disebut “rengkong”. Selama perjalanan alat pikul tersebut
menimbulkan bunyi yang khas, upacara ampih pare merupakan suatu prosesi
pertunjukan kesenian yang khas. Terdapat di Kabupaten Sumedang, Cianjur,
Karawang dan Subang.
D. Upacara Adat Ngarot
Upacara Ngarot
dilaksanakan pada saat dimulainya musim tanam , yaitu pada awal musim
penghujan, saat musim tanam yang baik untuk menggarap tanah palawija di Ladang.
Pelaksanaannya dengan cara mengadakan keramaian berupa arak-arakan menuju Bale
Desa. Upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon kepada sang Pencipta
agar hasil berladangnya diberkahi dan dilimpahkan hasilnya untuk kesejahteraan
masyarakat setempat. Upacara ini terdapat di daerah Indramayu.
E. Upacara Adat Sedekah Bumi
Upacara ini
dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang diterima oleh
masyarakat berhasil baik. Upacara tradisi seperti ini terdapat di Cirebon,
pelaksanaan upacara ini di Makam Sunan Gunung Jati yang dipimpin oleh Ki
Penghulu. Setelah upacara ini selesai, biasanya di Alun-alun diselenggarakan
berbagai kesenian, sebagai acara puncaknya pergelaran Wayang Orang.
F. Upacara Adat Pesta Laut
Upacara Pesta
laut biasanya diselenggarakan di daerah pesisir jawa barat seperti Pelabuhan Ratu
(Sukabumi) dan Pangandaran (Ciamis). Upacara ini dimaksudkan sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Allah swt atas hasil laut yang diperoleh para nelayan, juga
sebagai ungkapan permohonan agar para nelayan selalu selamat dan sehat serta
memperoleh hasil laut yang melimpah.
Di dalam upacara tersebut perahu-perahu nelayan
dihiasi dengan berbagai ornamen berwarna-warni yang dinaiki oleh para nelayan
dan dilengkapi sesajen. Yang unik dalam upacara ini adalah para nelayan
menghadiahkan kepala kerbau yang sudah dibungkus kain putih kepada penguasa
laut sebagai penolak bala. Perahu yang membawa sesajen dan kepala kerbau berada
di posisi paling depan dan diikuti perahu-perahu lainnya yang ditumpangi para
nelayan dan keluarganya serta masyarakat setempat. Perahu melaju ke tengah laut
mereka bersorak- ria sambil memainkan alat musik serta menyanyikan lagu-lagu
pujian terhadap Tuhan pencipta alam semesta, mereka menikmati upacara tersebut.
Sebelum kepala kerbau dihanyutkan di tengah laut, mereka berdo’a bersama untuk keselamatan.
Pesta laut diadakan setahun sekali.