Rabu, 26 April 2017

dampak negatif perkembangan penduduk di bekasi


A.                Gambaran Geografis

Secara historis, Kabupaten Bekasi merupakan wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Padjadjaran. Informasi tentang perkembangan historis Kabupaten Bekasi setidaknya dimulai sejak abad ke-5 sebagaimana dirilis melalui website Pemerintah Kabupaten Bekasi tentang sejarah singkat Kabupaten Bekasi (www.bekasikab.go.id).

            Pada abad ke-5 M, di wilayah Jabar berdiri kerajaan Tarumanegara dengan Raja bernama Purnawarman dan menurut Prof. Dr. Purbatjaraka istana kerajaan ini terletak di dekat sungai Ciliwung dan sungai Bekasi. Kerajaan Tarumanegara sendiri runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan Kerajaan Sriwijaya. Namun, keberadaannya sebenarnya masih tetap ada hingga abad ke-10 Masehi (Rohedi, 1975:31). Menjelang keruntuhan Tarumanegara, di Jawa Barat ada 2 kerajaan besar yakni Kerajaan Galuh (abad ke-8) dan Kerajaan Padjadjaran (abad ke-14). Diantara kedua kerajaan tersebut, yang memiliki pengaruh cukup besar adalah Kerajaan Padjadjaran hingga Bekasi dibawah kekuasaanya.

            Pada masa Kerajaan Padjadjaran, Bekasi merupakan salah satu daerah sangat penting karena letaknya yang sangat strategis sebagai daerah penghubung antara wilayah Padjadjaran (Jawa Barat) ke pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta. Kekuasaan Kerajaan Padjadjaran semakin surut setelah pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ke tangan kalangan muslim dibawah pimpinan Fatahillah, menantu Sultan Demak (Pangeran Trenggano). Kehadiran kesatuan Islam di Sunda Kelapa lambat laun telah menggeser kekuasaan Padjadjaran. Namun Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527.

            Pada bulan April 1619 terjadi pertempuran antara Jayakarta melawan VOC. Akhirnya Jayakarta dapat ditundukkan oleh VOC pada tanggal 31 Mei 1619 dan wilayah kekuasaannya meliputi daerah kekuasaan Jayakarta sebelumnya, termasuk Bekasi.

            Setelah VOC berkuasa, Jayakarta berubah menjadi Batavia, kota ini dijadikan basis utama bagai kekuasaan VOC dalam pengaturan ekonomi dan politik Hindia Timur. Tahun 1746 VOC memproklamirkan bahwa daerah pesisir utara pulau Jawa berada dalam kekuasaannya dan menjadi daerah yuridiksi kompeni, berarti semua pimpinan yang ada secara administratif harus mematuhi hukum kompeni.

            Sejarah Bekasi tidaklah dapat dipisahkan dari kolonialisme Belanda, pada saat itu Bekasi merupakan salah satu distrik (kawedanaan) dari Afdeeling/regenschap Meester Cornelis, yaitu Residensi Batavia yang dibagi menjadi tiga onderdistrik yang didalamnya terdapat tuan-tuan tanah dan dibagi lagi dalam kesatuan administrasi terkecil yang disebut kampung. Akibat diterapkannya sistem penguasaantanah secara partikelir, maka pada tahun 1869 terjadi pemberontakan petani Bekasi di Tambun. Pada tanggal 6 September berdiri Sarekat Islam Cabang Bekasi yang tujuannya ingin menyusun kekuatan untuk melawan tuan tanah.

            Setelah pemerintahan Hindia Belanda takluk kepada Jepang, kemudian Jepang mengambil alih seluruh administratif pemerintahan dan keamanan sampai ke tingkat kampung. Sejak awal pemerintahan, semua partai politik dibubarkan sampai akhirnya terbentuk Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) dan pada tanggal 8 Januari 1944 didirikan organisasi yang lebih luas yaitu Jawa Hokokai (Kebangkitan Jawa).

            Saat Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, kota-kota di sekitar Jakarta seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi menyambutnya dengan semangat dan penuh suka cita, bahkan sempat menimbulkan kekerasan dengan cara melucuti persenjataan setiap tentara Jepang yang tertangkap dan tidak sedikit yang terbunuh.

            Sejak itu di Bekasi muncul beberapa pergerakan masyarakat yang tujuannya untuk melawan penjajahan Jepang yang kejam dan menyengsarakan rakyat. Pada tanggal 19 Oktober 1945 terjadi insiden Kali Bekasi dan tanggal 23 November 1945 dimulainya peristiwa Bekasi lautan api yaitu terjadi pertempuran antara masyarakat Bekasi dengan tentara sekutu.

Situasi tahun 1949 masih diwarnai pertempuran dan diplomatis, Bekasi masih merupakan kawedanaan, bagian dari Kabupaten Jatinegara. Kemudian awal tahun 1950 para tokoh masyarakat Bekasi membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi, dan pada tanggal 17 Januari 1950 Panitia Amanat Rakyat mengadakan rapat raksasa dengan semua rakyat Bekasi. Dalam rakyat itu selain adanya beberapa tuntutan, rakyat Bekasi meminta kepada pemerintah agar Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Setelah tiga kali pembicaraan antara bulan Februari sampai Juni 1950 akhirnya Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri RIS menyetujui pembentukan Kabupaten Bekasi.

            Penggantian nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi tertuang dalam UU No. 14 tanggal 8 Agustus Tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten diJabar serta memperhatikan PP No. 32 tanggal 14 Agustus 1950 tentang penetapan mulai berlakunya UU No. 12, 13, 14, dan 15 tahun 1950, dan realisasinya baru dilaksanakan tanggal 15 Agustus 1950 yang kemudian diakui sebagai lahirnya Kabupaten Bekasi/Hari Jadi Kabupaten Bekasi dengan Bupati pertama adalah R. Suhanda Umar, SH.

 

Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Bekasi


 

B.                 Kondisi Fisik Lingkungan

 

Kabupaten Bekasi sebagai bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat, secara administratif terdiri dari 23 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 182 desadengan luas wilayah 127.388 Ha atau sebesar 3,43% persen dari luas Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas daratan 3.710.061,32 ha. Kabupaten Bekasi memiliki letak geografis pada posisi 1060 48’ 28” – 1070 27’ 29” Bujur Timur dan 05054’ 50” – 060 29’ 15” Lintang Selatan.Topografinya terbagi atas dua bagian yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan, ketinggian lokasi terletak diantara 6 – 115 meter dan kemiringan 0-250 meter.

 

C.                Iklim dan Kualitas Udara

Suhu udara yang terjadi di Kabupaten Bekasi berkisar antara 280-320 C, Curah Hujan tertinggi dan Hari Hujan sering terjadi pada Bulan Januari.Berikut adalah besar curah hujan dalam 1 (satu) tahun yang terjadi di Kabupaten Bekasi.

 

Tabel 2.1 Curah Hujan menurut Bulan di Kabupaten Bekasi Tahun 2006 – 2010

Bulan
Curah Hujan (mm)
2006
2007
2008
2009
2010
Januari
416,0
499,8
199,1
n/a
304,1
Februari
348,0
724,4
553,9
n/a
187,0
Maret
263,0
155,7
173,6
n/a
108,5
April
147,0
289,1
188,2
n/a
80,7
Mei
113,0
89,9
49,1
n/a
95,4
Juni
29,0
104,4
27,9
n/a
103,0
Juli
25,0
3,1
3,1
n/a
62,3
Agustus
5,0
19,9
10,8
n/a
49,3
September
-
1,2
3,2
n/a
196,0
Oktober
-
104,1
83,9
n/a
292,2
November
51,0
132,8
109,5
n/a
149,4
Desember
196,0
320,6
165,7
n/a
112,3

Sumber : Perum Jasa Tirta Bekasi

n/a         : Data tidak tersedia

 

 

D.                     Pengunaan Lahan

              Kabupaten Bekasi membedakan Penggunaan tanah dibedakan atas tanah sawah dan tanah kering.  Dengan luas wilayah 127.388 ha, persentase tanah sawah mencapai 43,23 % atau 55.074 ha, sisanya berupa tanah kering.  Tanah sawah dengan irigasi teknis mencapai 65 %, setengah teknis 12,56 %, sederhana 1,48 % dan tadah hujan 13,81 %. Wilayah dengan  tanah sawah yang luas yaitu Kecamatan Pebayuran, Sukawangi, dan Sukakarya, masing-masing 6.827 ha, 4.801 ha dan 3.802 ha.  Penggunaan tanah kering paling banyak untuk bangunan dan halaman. Penggunaan tanah jenis ini paling luas di Kecamatan Cikarang Selatan, yaitu mencapai 1.955 ha, kemudian Kecamatan Cikarang Barat 1.856 ha

              Penggunaan lahan tanah basah masih cukup besar meskipun menunjukkan penurunan sejak tahun 2002. Namun, lahan sawah yang tersedia masih sangat berpotensi untuk ditingkatkan produksinya dan diharapkan dapat didorong untuk mendapatkan kembali predikat sebagai daerah lumbung padi di Jawa Barat. Kabupaten Bekasi juga memiliki tambak yang terkonsentrasi di Kecamatan Tarumajaya dan Babelan. Rawa-rawa berdasarkan kecamatan terdapat cukup luas di kecamatan Setu, Bojongmangu dan Cikarang Utara.

Tabel 2.2.

Luas Tanah Menurut Penggunaannya Tahun 2003 – 2007

 

JENIS PENGGUNAAN
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
 Irigasi Teknis
37.493
 37.483 
 35.286 
 34.520 
 34.352 
 Irigasi Setengah Tehnis
6.243
 6.173 
 7.865 
 7.877 
 9.312 
 Irigasi Sederhana
3.300
 3.300 
 3.065 
 3.662 
 701 
 Tadah Hujan
8.278
 8.903 
 7.805 
 7.759 
 8.289 
 Lainnya
675
 0 
 1.333 
 1.332 
 2.928 
 Jumlah Tanah Sawah
55.989
 55.859 
 55.354 
 55.150 
 55.582 
 
 
 
 
 
 
 Pekarangan, Bangunan
22.206
 21.830 
 21.426 
 20.330 
 19.925 
 Tegal, Kebun, Ladang, Huma
15.716
 15.439 
 15.975 
 13.184 
 13.639 
 Hutan Negara
-
 -
 -
 234 
 234 
 Rawa-rawa
161
 139 
 139 
 116 
 100 
 Tambak
10.204
 10.231 
 10.233 
 10.736 
 10.743 
 Penggembalaan
-
 -
 9.370 
 112 
 116 
 Kolam, Tebat, Empang
782
 713 
 757 
 410 
 406 
 Tanah Sementara Tidak Diusahakan
1.264
 713 
 1.031 
 1.551 
 1.551 
 Hutan Rakyat, Tanaman Kayu-kayuan
2.632
 2.632 
 2.592 
 3.894 
 3.894 
 Perkebunan
1.013
 1.013 
 1.013 
 -
 631 
 Lainnya
17.417
 18.819 
 18.868 
 21.046 
 20.567 
 Jumlah Tanah Kering
71.395
 71.529 
 72.034 
 72.238 
 71.806 
 Jumlah / Total
127.384
 127.388 
 127.388 
127.388 
 127.388 

 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka 2008

        Indikasi pesatnya perkembangan demografis dan ekonomi Kabupaten Bekasi dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu kecenderungan perkembangan kawasan terbangun, pola spasial izin lokasi untuk perumahan dan industri, serta dampaknya terhadap kecenderungan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Sebagai salah satu kawasan yang lokasinya paling dekat, bahkan berbatasan dengan Jakarta, Kabupaten Bekasi terkena imbas pesatnya perkembangan ekonomi dan sosial ibukota negara.

Tingginya tuntutan kebutuhan atas lahan perumahan menyebabkan perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bekasi. Sawah, rawa, dan kawasan perkampungan penduduk asli berubah menjadi kawasan industri, kawasan perumahan permukiman realestate atau kawasan perumahan berkepadatan sedang-tinggi, dan penggunaan lahan non-pertanian lainnya. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi berawal dari Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 yang menetapkan wilayah Bekasi sebagai salah satu wilayah pengembangan BOTABEK (Bogor-Tangerang-Bekasi), wilayah penyangga Provinsi DKI Jakarta. Wilayah Penyangga dapat diartikan bahwa Bekasi harus “berperan serta” dalam menyediakan lahan perumahan bagi kebutuhan warga Jakarta. Perubahan penggunaan lahan ini bertambah semarak sejak dikeluarkannya Perda Provinsi Jawa Barat No. 13/1998, yang menetapkan Kabupaten Bekasi menjadi zona industri dan kawasan industri.

Perubahan penggunaan lahan ini tentu saja memberikan dampak pada pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Bekasi per tahun cukup tinggi, yakni 6,3%. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, dari 1,6 juta jiwa penduduk yang tercatat, 1,8% merupakan laju pertumbuhan alami. Sisanya 4,5% merupakan migrasi pendatang dari Jakarta dan daerah lain. Dari data kependudukan di tahun 2009, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi adalah 2,225,177 juta jiwa. Angka jumlah penduduk ini memperlihatkan semakin bertambahnya kawasan permukiman di Kabupaten Bekasi dan kawasan-kawasan pendukung aktivitas hunian.

Perkembangan fisik yang terjadi di Kabupaten  Bekasi sejak ditetapkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Bekasi 2003-2013 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 4 Tahun 2007, pada dasarnya merupakan wujud implementasi rencana tersebut dalam tahap pemanfaatan ruang. Perkembangan fisik tata ruang tersebut juga merupakan manifestasi perkembangan atau pertumbuhan wilayah secara ekonomi dan demografis, baik yang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun internal. Dengan melihat peta penggunaan lahan di tahun 2002 dapat disimpulkan bahwa perkembangan dan perubahan penggunaan lahan terpusat di sepanjang Jalan Tol Cikampek (ribbon development), atau yang dikenal dengan nama: Koridor Timur-Barat, Kawasan Perkotaan Cikarang. Penggunaan lahan disepanjang koridor ini adalah industri, permukiman dan tegalan, sementara di kecamatan-kecamatan lain masih didominasi oleh pertanian lahan basah. Berdasarkan pertimbangan atas perkembangan penggunaan lahan dan pusat perkembangan wilayah Kabupaten Bekasi inilah, Ibukota Kabupaten Bekasi dipindahkan ke Kawasan Perkotaan Cikarang, Kecamatan Cikarang Pusat, dimana perencanaannya menjadi satu kesatuan dengan kawasan pembangunan terpadu Delta Mas.

Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi terbagi atas klasifikasi lahan kering dan lahan basah. Penggunaan lahan kering terdiri dari tanah untuk bangunan, halaman, tegal, kebun, rawa-rawa, tambak, kolam, tebat, empang, dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan basah terdiri dari irigasi teknis dan ½ teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan.

 

2.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah

Menurut arahan pengembangan Kabupaten Bekasi didalam Perpres No. 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Kawasan JABODETABEKPUNJUR, Kabupaten Bekasi termasuk  kawasan Jabodetabekpunjur yang merupakan kawasan strategis nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian  pemanfaatan ruang secara terpadu.

Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yaitu sebagai pusat kegiatan nasional. Peran dan kedudukan Jabodetabekpunjur menjadi  pusat kegiatan jasa, industri, pariwisata dan pintu gerbang nasional. Sebagai pintu gerbang nasional kawasan Jabodetabekpunjur berperan dalam hubungannya dengan dunia internasional. Peran sebagai pusat kegiatan jasa, industri, pariwisata memiliki skala pelayanan nasional, regional dan internasional. Dengan kedudukan dan peran tersebut, kawasan Jabodetabekpunjur dapat dijadikan indikator bagi pembangunan nasional.

Dalam struktur tata ruang Kabupaten Bekasi sampai saat ini masih terjadi ketimpangan dalam perkembangannya. Kabupaten Bekasi dalam kaitannya dengan kebijakan Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Bodebek yang secara geografis lebih dekat aksesibilitasnya dengan DKI Jakarta memiliki perkembangan yang sangat pesat, namun demikian ditinjau dari aspek pemerataan pembangunan masih belum optimal. Kabupaten Bekasi bagian selatan berkembang sangat pesat, hal ini erat kaitannya dengan keberadaan kawasan industri dan jaringan jalan tol yang melintas di bagian Selatan Kabupaten Bekasi. Bagian utara Kabupaten Bekasi masih belum maksimal perkembangannya karena masih berupa wilayah perdesaan.

Selain itu, di wilayah Utara terdapat zona hutan lindung yang pengembangannya perlu diawasi dan perlu melibatkan berbagai instansi, baik di tingkat Pusat maupun Provinsi Jawa Barat. Selain masalah kesenjangan wilayah Utara dan Selatan, terdapat pula kesenjangan pada wilayah perbatasan, dimana penyediaan sarana dan prasarana wilayah di bidang permukiman, jalan dan drainase masih kurang memadai bila dibandingkan dengan wilayah perbatasannya terutama wilayah Kota Bekasi dan DKI Jakarta.

Sesuai dengan arah kebijakan pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bekasi merupakan bagian dari kawasan andalan Bodebekpunjur, yang diklasifikasikan sebagai wilayah yang dikendalikan pengembangannya dengan mendorong kegiatan perkotaan yang berdaya saing dan ramah lingkungan, membatasi kegiatan perkotaan yang membutuhkan lahan luas dan potensial yang menyebabkan alih fungsi lahan lindung dan sawah, membatasi pengembangan kegiatan perkotaan yang menarik arus migrasi tinggi serta mengembangkan sistem transportasi masal.

Pola tata ruang Kabupaten Bekasi sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Barat mengamanatkan proporsi kawasan lindung sebesar 12 % dari luas wilayah, yang terbagi menjadi kawasan hutan lindung seluas 6.434 Ha dan kawasan lindung non hutan (budidaya) seluas 72.250 Ha. Kawasan lindung tersebut berada di wilayah utara, tepatnya di Kecamatan Muaragembong. Penetapan wilayah konservasi ini menjadikan pemerintah perlu mengatur dan mengendalikan pertumbuhan lahan terbangun, sehingga ancaman terhadap daya dukung lingkungan menjadi terkendali. Pengendalian tersebut masih belum optimal karena setiap tahun masih terjadi bencana banjir yang mengancam daya dukung lingkungan. Pesatnya perkembangan di Kabupaten Bekasi menimbulkan kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi permukiman dan industri.

 

Wilayah Rawan Bencana

A.    Bencana

Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta diantara Samudra Pasifik dan Hindia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah terotorial yang sangat rawan terhadap bencana alam.

Bencana yang ditimbulkan pada umumnya disebabkan oleh tekhnologi, transportasi, gangguan ekologis, biologis serta kesehatan. Serangan teroris juga merupakan ancaman yang sudah terbukti menimbulkan bencana nasional

Kebijakan otonomi daerah ditujukan untuk memberdayakan pemerintah daerah dan mendekatkan serta mengoptimalkan pelayanan dasar kepada masyarakat, sekaligus mengelola sumber daya dan resiko bencana yang melekat pada kebijakan ini sering dipahami sebagai keleluasaan untuk memanfaatkan sumber daya tanpa dibarengi kesadaran untuk mengelola secara bertanggung jawab.

Dalam paradigma baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaan terpadu yang melibatkan masyarakat secara aktif. Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang lebih baik diantara semua pihak, baik dari sektor pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan internasional. Penanganan bencana di Kabupaten Bekasi

Bencana yang sering terjadi di Kabupaten Bekasi sepanjang 5 (lima) adalah bencana Banjir, Angin Topan / Puting Beliung, Tanah Longsor, Luapan Air / Jebolnya Tanggul Sungai Citarum serta Bencana Kebakaran.

Lokasi bencana / Kecamatan yang sering terkena bencana diatas adalah KecamatanCikarang Timur, Sukakarya, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Pusat, Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Selatan, Cabangbungin, Pebayuran, Cabangbungin dan Muaragembong

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar